Thursday, November 25, 2010

MODEL PEMBELAJARAN PART 2. PAIKEM


MODEL PEMBELAJARAN PART 2. PAIKEM


MODEL PEMBELAJARAN PART 2. PAIKEM

PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
PAIKEM merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya. Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb). Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play). Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara).
Pelaksanaan Paikem harus memperhatikan bakat, minat dan modalitas belajar siswa, dan bukan semata potensi akademiknya. Dalam pendekatan pembelajaran Quantum (Quantum Learning) ada tiga macam modalitas siswa, yaitu modalitas visual, auditorial dan kinestetik. Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan belajar siswa terletak pada indera ‘mata’ (membaca teks, grafik atau dengan melihat suatu peristiwa), kekuatan auditorial terletak pada indera ‘pendengaran’ (mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan kinestetik terletak pada ‘perabaan’ (seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi, dengan memahami kecenderungan potensi modalitas siswa tersebut, maka seorang guru harus mampu merancang media, metoda/atau materi pembelajaran kontekstual yang relevan dengan kecenderungan potensi atau modalitas belajar siswa.
Secara garis besar, PAIKEM dapat dideskripsikan sebagai berikut:
  1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
  2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
  3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
  4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok
  5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAIKEM
a. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajaran yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.

b. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara optimal.

c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorga-nisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.

d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).

e. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disaran-kan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.

f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) me-rupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat ber-peran sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Peng-gunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan ling-kungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pe-manfaatan lingkungan dapat mengembang-kan sejumlah keterampilan seperti meng-amati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.

g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.

h. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling ber-hadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAIKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAIKEM.’

i. Pengelolaan Kelas PAIKEM
Seting kelas yang konstruktif didasarkan pada nilai-nilai konstruktif dalam proses belajar, termasuk kolaborasi, otonomi individu, refleksi, relevansi pribadi dan pluralisme. Seting kelas yang konstruktif akan memberikan kesempatan aktif belajar. Mengacu pada pendekatan holistik dalam pendidikan, seting kelas konstruktif merefleksikan asumsi bahwa proses pengetahuan dan pemahaman akuisisi adalah benar-benar melekat pada konteks sosial dan emosional saat belajar. Karakteristik seting kelas konstruktif untuk belajar adalah terkondisikannya belajar secara umum, instruksi, dan belajar bersama.
Lima metode kunci untuk merancang seting kelas yang konstruktif , yaitu:
1) melindungi pemelajar dari kerusakan praktik instruksional dengan mengembangkan otonomi dan kontrol pemelajar, mendorong pengaturan diri dan membuat instruksi secara pribadi yang relevan dengan pemelajar,
2) menciptakan konteks belajar yang mendorong pengembangan otonomi pribadi
3) mengkondisikan pemelajar dengan alasan-alasan belajar dalam aktivitas belajar
4) mendorong pengaturan diri dengan pengembangan keterampilan dan tingkah laku yang memungkinkan pemelajar meningkatkan tanggung jawab dalam belajarnya; dan
5) mendorong kesadaran belajar dan pengujian kesalahan (Hadi Mustofa, 1998).
Penataan dan atau pengelolaan kelas dalam PAIKEM perlu mempertimbangkan enam elemen Constructivist Learning Design (CDL) yang dikemukakan oleh Gagnon and Collay, yaitu situation, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflections. Situation, terkait dengan hal-hal berikut; apa tujuan episode pembelajaran yang akan dicapai, apa yang diharapkan setelah siswa keluar ruangan kelas, bagaimana mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan, tugas apa yang diberikan kepada siswa untuk mencapai tujuan, bagaimana deskripsi tugas tersebut (as a process of solving problems, answering question, creating metaphors, making decisions, drawing conclusions, or setting goals).
Grouping, dapat dilakukan berdasarkan karakteristik siswa atau didasarkan pada karakteristik materi. Bridge, terkait dengan; aktivitas apa yang dipilih untuk menjembatani atara pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan dibangun siswa.
Question, pertanyaan apa yang dapat membangkitkan tiap elemen desain (panduan pertanyan apa yang dapat mengintrodusir situasi, menata pengelompokan, dan membangun jembatan), pertanyaan klarifikasi apa yang digunakan untuk menengetahui cara berpikir dan aktivitas belajar siswa.
Exhibit, bagaimana siswa merekan dan memamerkan kreasi mereka melalui demonstrasi cara berpikir mereka dalam menyelesaikan dan atau memenuhi tugas.
Reflections, bagaimana siswa melakukan refleksi dalam menyelesaikan tugas mereka, apakah siswa ingat tentang (feeling, images, and language of their thought), apa sikap, proses, dan konsep yang akan dibawa siswa setelah keluar kelas

Catatan : pengembangan model pembelajaran selalu didasarkan pada :
1. Pendekatan pembelajaran
2. Sifat ilmu dan materi
3. Kondisi belajar
4. Kondisi sarana dan prasarana dan media pembelajaran
5. Situasi lingkungan pada umumnya

A. Implementasi Model Pembelajaran PAIKEM
1. Desain Pesan Pembelajaran PAIKEM
Kata desain menunjukkan adanya suatu proses dan suatu hasil. Sebagai suatu proses, desain pesan sengaja dilakukan mulai dari analisis masalah pembelajaran hingga pemecahan masalah yang disumuskan dalam bentuk produk. Produk yang dihasilkan dapat dalam bentuk prototipe, naskah atau stori board, dan sebagainya.
Mengenai desain pesan, desain pesan meliputi perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan atau informasi. Hal tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi, dan daya serap yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan atau informasi, agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima. Fleming dan Levie (dalam Seel&Richie,1994) membatasi pesan pada pola-pola isyarat atau simbol yang memodifikasi perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Desain pesan berurusan dengan tingkat paling mikro melalui unit-unit kecil seperti bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah.
Karakteristik lain dari desain pesan adalah bahwa desain pesan harus bersifat spesifik baik terhadap medianya maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung arti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda tergantung apakah medianya bersifat statis, dinamis atau kombinasi dari keduanya, misalnya suatu potret, film, atau grafik komputer. Juga apakah tugas belajarnya berupa pembentukan konsep atau sikap, pengembangan ketrampilan atau strategi belajar, ataukah menghafalkan informasi verbal.

2. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran
Berdasarkan pada pembahasan tentang teori-teori belajar kognitif dan teori pemrosesan informasi serta teori komunikasi, dapat dikembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam kegiatan desain pesan pembelajaran. Ada lima prinsip utama desain pesan pembelajaran yaitu:

a . Prinsip kesiapan dan motivasi
Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam kegiatan pembelajaran siswa/peserta belajar memilki kesiapan seperti kesiapan mental, serta kesiapan fisik dan motivasi tinggi, maka hasil belajar akan lebih baik..
Kesiapan mental diartikan sebagai kesipan kemampuan awal, yaitu pengetahuan yang telah dimiliki siswa belajar yang dapat dijadikan pijakan untuk mempelajari materi baru. Oleh sebab itu, dalam menyusun desain pesan, guru harus lebih dahulu mengetahui kesiapan siswa melalui tes penjajagan atau tes prasayarat belajar yang diberikan pada siswa. Jika diketahui pengetahuan awal siswa belum mencukupi, maka dapat diadakan pembekalan/matrikulasi.
Sedangkan kesiapan fisik, berarti bahwa siswa dalam melakukan kegiatan belajar tidak mengalami kekurangan atau halangan, sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya untuk belajar musik siswa tidak boleh terganggu pendengarannya. Sedangkan motivasi adalah merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dorongan itu bisa berasal dari dalam atau luar. Semakin tinggi motivasi siswa untuk belajar, semakin tinggi pula proses dan hasil belajarnya. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru berupaya mendorong motivasi siswa dengan menunjukkan pentingnya mempelajari pesan pembelajaran yang sedang dipelajari.

b. Prinsip penggunaan alat pemusat perhatian
Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam proses belajar perhatian siswa/si belajar terpusat pada pesan yang dipelajari, maka proses dan hasil belajar akan semakin baik. Perhatian memegang peranan penting dalam kegiatan belajar. Semakin baik perhatian siswa, proses dan hasil belajar akan semakin baik pula.
Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengarahkan perhatian siswa antara lain:
1) Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman atau kehidupan siswa
2) Menggunakan alat pemusat perhatian seperti peta konsep, gambar, bagan, dan media-media pembelajaran visual lainnya.
3) Menghubungkan pesan pembelajaran yang sedang dipelajari dengan topik-topik yang sudah dipelajari.
4) Menggunakan musik penyeling
5) Mencipatakan suasana riang
6) Teknik penyajian yang bervariasi
7) Mengurangi bahan/matteri yang tidak relevan

c . Prinsip partisipasi aktif siswa
Meliputi aktifitas, kegiatan, atau proses mental, emosional maupun fisik. Contoh aktifitas mental misalnya mengidentifikasi, membandingkan, menganalisis, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk aktifitas emosional misalnya semangat, sikap, positif terhadap belajar, motivasi, keriangan, dan lain-lain. Contoh aktifitas fisik misalnya melakukan gerak badan seperti kaki, tangan untuk melakukan ketrampilan tertentu.
Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah:
1) Memberikan pertanyaan-pertanyaan ketika proses pembelajaran berlangsung
2) Mengerjakkan latihan pada setiap akhir suatu bahasan
3) Membuat percobaan dan memikirkan atas hipotesis yang diajukan
4) Membentuk kelompok belajar
5) Menerapkan pembelajaran kontekstual, kooperatif, dan kolaboratif

d. Prinsip Umpan Balik
Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai keberhasilan atau kekurangan dalam belajarnya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan umpan balik diantaranya dengan memberikan soal atau pertanyaan kepada siswa, kemudian memberitahunya dengan benar. Memberikan tugas, kemudian memberitahukan tugas apakah tugas yang dikerjakan sudah benar. Kembalikan pekerjaan siswa yang telah dikoreksi, dinilai, atau diberi komentar/catatan oleh guru.

e. Prinsip Perulangan
Mengulang-ulang penyajian informasi atau pesan pembelajaran. Proses penguasaan materi pembelajaran atau ketrampilan tertentu memerlukan perulangan.. tidak adanya perulangan akan mengakibatkan informasi atau pesan pembelajaran tidak bertahan lama dalam ingatan, dan informasi tersebut mudah dilupakan.
Upaya mengulang informasi dapat dilakukan dengan cara yang sama dan dengan media yang sama. Misalnya media kaset diputar berulang-ulang, membaca buku dua atau tiga kali. Perulangan dapat juga dengan cara dan media yang berbeda pula. Misalnya setelah mendengar metode ceramah, siswa diminta untuk membaca buku dengan topik yang sama. Penggunaan epitome, advance organizer, rangkuman, atau kesimpulan.

3. Aplikasi Desain Pesan dalam Kegiatan Belajar Mengajar PAIKEM
Terjadinya belajar dilihat dari adanya perbedaan kecakapan seseorang antara sebelum dan sesudah mengalami dan berada dalam situasi belajar tertentu. PAIKEM memungkinkan pebelajar memperoleh kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap. Berikut akan dijelaskan masing-masing defini kemampuan tersebut,dan pengintregasian prinsip desain dengan pendekatan PAIKEM akan dijelaskan dalam matrik.
Ketrampilan Intelektual yang dimaksud ketrampilan intelektual adalah kemampuan untuk menggunakan lambang-lambang seperti bilangan, bahasa, dan lambang-lambang lainnya yang mewakili benda-benda nyata pada lingkungan individu. Ketrampilan intelektual dibagi menjadi empat kategori yaitu diskriminasi,konsep,aturan dan pemecahan masalah.
Diskriminasi adalah kemampuan untuk memberi respon yang berbeda terhadap stimuli yang berbeda satu dengan yang lain menurut satu dimensi fisik atau lebih. Konsep adalah kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengidentifikasi stimulus yang mempunyai karakteristik walaupun stimulinya berbeda secara menyolok. Aturan adalah subyek dapat merespon hubungan dan kesatuan obyek. Pemecahan masalah aturan-aturan yang lebih komplek untuk memecahkan masalah.
Strategi kognitif meliputi kemampuan yang dipergunakan untuk mengelola proses perhatian belajar, mengingat, dan berfikir. Kemampuan informasi verbal terkait dengan mempelajari fakta-fakta, mempelajari serangkaian informasi yang terorganisasikan. Ketrampilan sikap adalah keadaan internal yang komplek yang mempengaruhi pemilihan tingkah laku itu sendiri. Ketrampilan motorik adalah kemampuan yang dipelajari untuk melakukan kecakapan yang hasilnya dicerminkan oleh adanya kecakapan, ketepatan, dan kelancaran gerakan tubuh.


























4. Penilaian Hasil Belajar.
Sebuah pertanyaan untuk direnungkan. Apakah sebuah ”Penilaian Mendorong Pembelajaran ?” atau apakah ”pembelajaran itu untuk mempersiapkan sebuah tes ? ” atau apakah ’Pembelajaran dan Tes’ tersebut dilakukan guna mendapatkan pengakuan tentang kompetensi yang diperlukan siswa atau sekolah? Dalam pelaksanaan konsep PAIKEM, penilaian dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa, baik itu keberhasilan dalam proses maupun keberhasilan dalam lulusan (output). Keberhasilan proses dimaksudkan bahwa siswa berpartisipasi aktif, kreatif dan senang selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan lulusan (output) adalah siswa mampu menguasai sejumlah kompetensi dan standar kompetensi dari setiap Mata Pelajaran, yang ditetapkan dalam sebuah kurikulum. Inilah yang disebut efektif dan menyenangkan. Jadi, penilaian harus dilakukan dan diakui secara komulatif. Penilaian harus mencakup paling sedikit tiga aspek : pengetahuan, sikap dan keterampilan. Ini tentu saja melibatkan Professional Judgment dengan memperhatikan sifat obyektivitas dan keadilan. Untuk ini, pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) merupakan pendekatan penilaian alternatif yang paling representatif untuk menentukan keberhasilan pembelajaran Model PAIKEM
Media dan bahan ajar. ”Media dan Bahan Ajar” selalu menjasi penyebab ketidakberhasilan sebuah proses pembelajaran di sekolah. Sebuah harapan yang selalu menjadi wacana di antara para pendidik/guru kita dalam melaksanakan tugas mengajar mereka di sekolah adalah tidak tersedianya ’media pembelajaran dan bahan ajar’ yang cukup memadai. Jawaban para guru ini cukup masuk akal. Seakan ada korelasi antara ketersediaan ’media bahan ajar’ di sekolah dengan keberhasilan pembelajarn siswa. Kita juga sepakat bahwa salah satu penyebab ketidakberhasilan proses pemblajarn siswa di sekolah adalah kurangnya media dan bahan ajar. Kita yakin bahwa pihak manajemen sekolah sudah menyadarinya. Tetapi, sebuah alasan klasik selalu kita dengar bahwa ”sekolah tidak punya dana untuk itu”!.
Dalam pembelajaran Model PAKEM, seorang guru mau tidak mau harus berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang media/bahan ajar alternatif yang mudah, murah dan sederhana. Tetapi tetap memiliki relevansi dengan tema mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal, tetapi tidak semua sekolah mampu mengaksesnya. Tanpa merendahkan sifat dan nilai multimedia elektronik, para guru dapat memilih dan merancang media pembelajaran alternatif dengan menggunakan berbagai sumber lainnya, seperti bahan baku yang murah dan mudah di dapat, seperti bahan baku kertas/plastik, tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya, guna memotivasi dan merangsang proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
Media simulasi untuk pembelajaran PAKEM tidak selalu harus dibeli jadi, tetapi dirancang bisa dirancang oleh seorang guru mata pelajaran sendiri. Guru dituntut lebih kreatifdan memiliki kesempatan untuk mengembangkan ide dan inofatifnya.. Jadi, model ’pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan’, atau yang kita sebut dengan PAKEM itu tidak selalu mahal. Unsur kreatifitas itu bukan terletak pada produk/media yang sudah jadi, tetapi lebih pada pola fikir dan strategi yang digunakan secara tepat oleh seorang guru itu sendiri dalam merancang dan mengajarkan materi pelajarannya.
Dalam merancang sebuah media pembelajaran, aspek yang paling penting untuk diperhatikanoleh seorang guru adalah karakteristik dan modalitas gaya belajar individu peserta didik, seperti dalam pendekatan ’Quantum Learning’ dan Learning Style Inventory’. Media yang dirancang harus memiliki daya tarik tersendiri guna merangsang proses pembelajaran yang menyenangkan. Sementara ini media pembelajaran yang relatif cukup representatif digunakan adalah media elektronik (Computer – Based Learning). Selanjutnya skenario penyajian ’bahan ajar’ harus dengan sistem modular dengan mengacu pada pendekatan Bloom Taksonomi. Ini dimaksudkan agar terjadi proses pembelajaran yang terstruktur, dinamis dan fleksibel, tanpa harus selalu terikat dengan ruang kelas, waktu dan/atau guru. Perlu dicatat bahwa tujuan akhir mempelajari sebuah mata pelajaran adalah agar para siswa memiliki kompetensi sebagaimana ditetapkan dalam Standar Kompetensi (baca Kurikulum Nasional). Untuk itu langkah/skenario penyajian pembelajarn dalam setiap topik/mata pelajaran harus dituliskan secara jelas dalam sebuah Modul. Dengan demikian diharapkan para siswa akan terlibat dalam proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dan bermakna (Meaningful Learning).

5. Jenis Penilaian Sesuai Dengan Pembelajaran Model PAIKEM
1). Penilaian yang sesuai dengan pembelajaran model Pakem adalah penilaian otentik yang merupakan proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
2.) Tujuan Penilaian otentik itu sendiri adalah untuk:
(a) Menilai Kemampuan Individual melalui tugas tertentu;
(b) Menentukan kebutuhan pembelajaran;
(c) Membantu dan mendorong siswa;
(d) Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik; (e) Menentukan strategi pembelajaran;
(f) Akuntabilitas lembaga; dan
(g) Meningkatkan kualitas pendidikan.
3). Bentuk penilaian tes dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dan perbuatan. Sementara itu, bentuk penilaian non tes dilakukan dengan menggunakan skala sikap, cek lis, kuesioner, studi kasus, dan portofolio.
4.) Dalam pembelajaran, dengan pendekatan Pakem rangkaian penilaian ini seyogiayanya dilakukan oleh seorang guru. Hal ini disebabkan setiap jenis atau bentuk penilaian tersebut memiliki beberapa kelemahan selain keunggulan.

6. Tujuan Penilaian Pembelajaran Model PAIKEM
1). Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu
2). Menentukan kebutuhan pembelajaran
3). Membantu dan mendorong siswa
4). Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik
5). Menentukan strategi pembelajaran
6). Akuntabilitas lembaga
7). Meningkatkan kualitas pendidikan

B. Merancang Dan Malaksanakan Penilaian Pembelajaran Model PAIKEM
1. Merancang penilaian dilakukan bersamaan dengan merancang pembelajaran tersebut. Penilaian disesuaikan dengan pendekatan dan metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran.
2. Dalam pembelajaran dengan pendekatan model Paikem, penilaian dirancang sebagaimana dengan penilaian otentik. Artinya, selama pembelajaran itu berlangsung, guru selain sebagai fasilitator juga melakukan penilaian dengan berbagai alat yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa.

Langkah yang dilakukan dalam penyusunan :
Menyusun pola paduan untuk pelaksanaan model pembelajaran yang akan dikembangkan, komponennya meliputi :
1. SINTAKMATIK
Ø Penyusunan sumber belajar
Memilih bacaan seperti LKS atau paket yang dapat dipelajari untuk belajar dan membantu menyelesaikan permasalahan yang terkait tentang suhu
Ø Indikator yang diterapkan :
a. Mendefinisikan suhu
b. dapat menyebutkan alat yang digunakan untuk mengukur suhu
c. menyebutkan jenis – jenis termometer
d. mengkonversi satuan
e. merumuskan dan menghitung konversi suhu
Ø jumlah siswa
jumlah siswa 25 orang, lebih efektif daripada siswa banyak
Ø penyusunan persiapan untuk pelaksanaan model
a. menyusun rencana program pengajaran dengan model
b. mempersiapkan sarana – prasarana pendukung pelaksanaan
c. penyusuunan instrumen evaluasi (kontrol) untuk proses dan hasil KBM

2. SISTEM SOSIAL
a. siswa diharapkan aktif dalam pembelajaran sehingga apa yang disampaikan oleh guru bisa dipahami dengan mudah
b. siswa diharapakan tidak bosan dan menyenangkan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar
c. para siswa diharapkan lebih senang belajar fisika karena guru telah menerapkan model PAIKEM dengan baik dan benar
d. siswa diharapkan kreatif,inovatif dalam belajar
3. PRINSIP REAKSI
a. Guru menjelaskan tentang tata carapembelajaran yang akan dilaksanakan untuk menelaah materi “ suhu”
b. Guru menjadikan para siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajarberlangsung, dengan cara memberikan soal mengenai suhu
c. Megu dapat melahirkan siswa yang kreatif sehingga guru tidak sepenuhnya sebagai sumber materi,
d. Guru memberikan pamantapan materi

4. SISTEM PENDUKUNG
Model PIKEM dalam pelaksanaanya ditekankan pada langkahnya oleh karena itu sistem pendukungnya adalah :
a. Kelas yang dapat digunakan
Kelas yang digunakan dalam pelaksanaan model pembelajaran ini seharusnya cukup luas dan suhu pada ruangan tidak panas dan lingkungan disekitar kelas hijau, sehingga PAIKEM dapat terlaksana dengan baik
b. Sumber belajar
Guru hanya memberikan 70% materi dan selanjutnya siswa yang mencari sendiri, atau dengan mencari di internet, buku dll, sehingga siswa aktif dan kreatif yang akan munculnya suatu inovatif dan hal ini sangat menyenangkan bagi siswa
c. Media penunjang
Ø Viewer dan komputer untuk sarana belajar
Ø Alat tulis

5. DAMPAK INSTRUKSIONAL DAN PENGIRING
ü Dampak instruksional
Setelah mengikuti pembelajaran “ suhu” siswa diharapkan :
1) Menunjukkan alat yang digunakan untuk mengukur suhu
2) Dapat menyebutkan jenis – jenis skala pada suhu
3) Dapat mengonversi satuan suhu
4) Dapat merumuskan serta mengitung suatu skala pada suhu
ü Dampak pengiring
Setelah mengikuti mengikuti pembelajaran konsep tentang “suhu” siswa mampu :
1. Menjelaskan materi tentang suhu
2. Aktif dalam pembelajaran berlangsung dan aktif dalam belajar
3. Kreatif dalam mengerjakan soal maupun dalam belajar
4. Menjadikan suasana menjadi menyenangkan

Monday, November 08, 2010

Model ARCS desain motivasi

ARCS Model of Motivational Design (Keller)

Summary: According to John Keller’s ARCS Model of Motivational Design, there are four steps for promoting and sustaining motivation in the learning process: Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction (ARCS).
Originator: John Keller
Key terms: Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction (ARCS)
ARCS Model of Motivational Design (Keller)
1. Attention
  • Keller attention can be gained in two ways: (1) Perceptual arousal – uses surprise or uncertainly to gain interest. Uses novel, surprising, incongruous, and uncertain events; or (2) Inquiry arousal – stimulates curiosity by posing challenging questions or problems to be solved.
  • Methods for grabbing the learners’ attention include the use of:
    • Active participation -Adopt strategies such as games, roleplay or other hands-on methods to get learners involved with the material or subject matter.
    • Variability – To better reinforce materials and account for individual differences in learning styles, use a variety of methods in presenting material (e.g. use of videos, short lectures, mini-discussion groups).
    • Humor -Maintain interest by use a small amount of humor (but not too much to be distracting)
    • Incongruity and Conflict – A devil’s advocate approach in which statements are posed that go against a learner’s past experiences.
    • Specific examples – Use a visual stimuli, story, or biography.
    • Inquiry – Pose questions or problems for the learners to solve, e.g. brainstorming activities.
2. Relevance
  • Establish relevance in order to increase a learner’s motivation. To do this, use concrete language and examples with which the learners are familiar. Six major strategies described by Keller include:
    • Experience – Tell the learners how the new learning will use their existing skills. We best learn by building upon our preset knowledge or skills.
    • Present Worth – What will the subject matter do for me today?
    • Future Usefulness – What will the subject matter do for me tomorrow?
    • Needs Matching – Take advantage of the dynamics of achievement, risk taking, power, and affiliation.
    • Modeling – First of all, “be what you want them to do!” Other strategies include guest speakers, videos, and having the learners who finish their work first to serve as tutors.
    • Choice – Allow the learners to use different methods to pursue their work or allowing s choice in how they organize it.
3. Confidence
  • Help students understand their likelihood for success. If they feel they cannot meet the objectives or that the cost (time or effort) is too high, their motivation will decrease.
  • Provide objectives and prerequisites – Help students estimate the probability of success by presenting performance requirements and evaluation criteria. Ensure the learners are aware of performance requirements and evaluative criteria.
  • Allow for success that is meaningful.
  • Grow the Learners – Allow for small steps of growth during the learning process.
  • Feedback – Provide feedback and support internal attributions for success.
  • Learner Control – Learners should feel some degree of control over their learning and assessment. They should believe that their success is a direct result of the amount of effort they have put forth.
4. Satisfaction
  • Learning must be rewarding or satisfying in some way, whether it is from a sense of achievement, praise from a higher-up, or mere entertainment.
  • Make the learner feel as though the skill is useful or beneficial by providing opportunities to use newly acquired knowledge in a real setting.
  • Provide feedback and reinforcement. When learners appreciate the results, they will be motivated to learn. Satisfaction is based upon motivation, which can be intrinsic or extrinsic.
  • Do not patronize the learner by over-rewarding easy tasks.
For more information, see:
  • Keller, J. M. (1983). Motivational design of instruction. In C. M. Reigeluth (Ed.), Instructional-design theories and models: An overview of their current status. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
  • Keller, J. M. (1984). The use of the ARCS model of motivation in teacher training. In K. Shaw & A. J. Trott (Eds.), Aspects of Educational Technology Volume XVII: staff Development and Career Updating. London: Kogan Page.
  • Keller, J. M. (1987). Development and use of the ARCS model of motivational design. Journal of Instructional Development, 10(3), 2-10. John Keller’s Official ARCS Model Website

Friday, November 05, 2010

MODEL PEMBELAJARAN . COOPERATIVE LEARNING

MODEL PEMBELAJARAN . COOPERATIVE LEARNING


MODEL MODEL PEMBELAJARAN PART 1. COOPERATIVE LEARNING

Karakteristik
Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap Peserta didik mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada Peserta didik dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif Peserta didik lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan semua Peserta didik dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar.
Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Arends (2001), yaitu; (1) Student Teams Achievement Division (STAD), (2) Group Investigation, (3)Jigsaw, dan (4) Structural Approach. Sedangkan dua pendekatan lain yang dirancanguntuk kelas-kelas rendah adalah; (1) Cooperative Integrated Reading and Composition(CIRC) digunakan pada pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan 2-8(setingkat TK sampai SD), dan Team Accelerated Instruction (TAI) digunakan pada pembelajaran matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat TK).
Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah; (1) belajar bersama dengan teman, (2)selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada Peserta didik sendiri, (8) mahasiswa aktif (Stahl, 1994). Senada dengan ciri-ciri tersebut, Johnson dan Johnson (1984) serta Hilke (1990) mengemukakan
ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah; (1) terdapat saling ketergantungan yang positif di antar anggota kelompok, (2) dapat dipertanggung jawabkan secara individu, (3) heterogen, (4) berbagi kepemimpinan, (5) berbagi tanggung jawab, (6) menekankan pada tugas dan kebersamaan, (7) membentuk keterampilan sosial, (8) peran guru/dosen mengamati proses belajar Peserta didik, (9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok.Proses belajar terjadi dalam kelompok-kelompok kecil (3-4 orang anggota), bersifatheterogen tanpa memperhatikan perbedaan kemampuan akademik, jender, suku, maupun lainnya.

Prinsip Dasar
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berpijak pada beberapa pendekatan yangdiasumsikan mampu meningkatkan proses dan hasil belajar Peserta didik. Pendekatan yangdimaksud adalah belajar aktif, konstruktivistik, dan kooperatif.
Beberapa pendekatan tersebut diintegrasikan dimaksudkan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang memungkinkan Peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Belajar aktif, ditunjukkan dengan adanya keterlibatan intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktifitas fisik semata. Peserta didik diberi kesempatanuntuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok. Peserta didik dibebaskan untuk mencari berbagai sumber belajar yang relevan. Kegiatan demikian memungkinkan Peserta didik berinteraksi aktif dengan lingkungan dan kelompoknya, sebagai media untuk mengembangkan pengetahuannya.
Pendekatan konstruktivistik dalam model pembelajaran kooperatif dapat mendorong Peserta didik untuk mampu membangun pengetahuannya secara bersama-sama di dalam kelompok. Mereka didorong untuk menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui diskusi, observasi atau percobaan. Mahasiswa menafsirkan bersamasama apa yang mereka temukan atau mereka bahas. Dengan cara demikian, materi pelajaran dapat dibangun bersama dan bukan sebagai transfer dari Guru. Pengetahuan dibentuk bersama berdasarkan pengalaman serta interaksinya dengan lingkungan di dalam kelompok belajar, sehingga terjadi saling memperkaya diantara anggota kelompok. Ini berarti, Peserta didik didorong untuk membangun makna dari pengalamannya, sehingga pemahaman terhadap fenomena yang sedang dipelajari meningkat. Mereka didorong untuk memunculkan berbagai sudut pandang terhadap materi atau masalah yang sama, untuk kemudian membangun sudut pandang atau mengkonstruksi pengetahuannya secara bersama pula. Hal ini merupakan realisasi dari hakikat konstruktivisme dalam pembelajaran. Pendekatan kooperatif mendorong dan memberi kesempatan kepada Peserta didik untuk trampil berkomunikasi. Artinya, Peserta didik didorong untuk mampu menyatakan pendapat atau idenya dengan jelas, mendengarkan orang lain dan menanggapinya dengan tepat, meminta feedback serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan baik. Peserta didik juga mampu membangun dan menjaga kepercayaan, terbuka untuk menerima dan memberi pendapat serta ide-idenya, mau berbagi informasi dan sumber, mau memberi dukungan pada orang lain dengan tulus. Peserta didik juga mampu memimpin dan trampil mengelola kontroversi (managing controvercy) menjadi situasi problem solving, mengkritisi ide bukan persona orangnya.
Model pembelajaran kooperatif ini akan dapat terlaksana dengan baik jika dapatditumbuhkan suasana belajar yang memungkinkan diantara Peserta didik serta antara Peserta didik dan guru merasa bebas mengeluarkan pendapat dan idenya, serta bebas dalam mengkaji serta mengeksplorasi topik-topik penting dalam kurikulum. Guru dapat mengajukan berbagai pertanyaan atau permasalahan yang harus dipecahkan di dalam kelompok. Peserta didik berupaya untuk berpikir keras dan saling mendiskusikan di dalam kelompok. Kemudian Guru serta Peserta didik lain dapat mengejar pendapat mereka tentang ide-idenya dari berbagai perspektif. Guru juga mendorong Peserta didik untuk mampu mendemonstrasikan pemahamannya tentang pokok-pokok permasalahan yang dikaji menurut cara kelompok. Berpijak pada karakteristik pembelajaran di atas, diasumsikan model pembelajaran kooperatif mampu memotivasi mahasiswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga mereka merasa tertantang untuk menyelesaikan tugas-tugas bersama secara kreatif. Model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran di berbagai bidang studi atau matakuliah, baik untuk topik-topik yang bersifat abstrak maupun yang bersifat konkrit.

Kompetensi
Kompetensi yang dapat dicapai melalui model pembelajaran kooperatif disamping; (1) pemahaman terhadap nilai, konsep atau masalah-masalah yang berhubungan dengan disiplin ilmu tertentu, serta (2) kemampuan menerapkan konsep/memecahkan masalah, dan (3) kemampuan menghasilkan sesuatu secara bersama-sama berdasarkan pemahaman terhadap materi yang menjadi obyek kajiannya, juga dapat dikembangkan (4) softskills kemampuan berfikir kritis, berkomunikasi, bertanggung jawab, serta bekerja sama. Tentu saja kemampuan-kemampuan tersebut hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk menghayati berbagai kemampuan tersebut disediakan secara memadai, dalam arti, model pembelajaran kooperatif diterapkan secara benar dan memadai.

Materi
Materi yang sesuai disajikan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah materi-materi yang menuntut pemahaman tinggi terhadap nilai, konsep, atau prinsip, serta masalah-masalah aktual yang terjadi di masyarakat. Materi ketrampilan untuk menerapkan suatu konsep atau prinsip dalam kehidupan nyata juga dapat diberikan. Materi dapat berasal dari berbagai bidang studi, seperti bahasa, masalah-masalah social ekonomi, masalah kehidupan bermasyarakat, peristiwa-peristiwa alam, serta ketrampilan dan masalah-masalah lainnya.

Prosedur Pembelajaran
Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran dipilahkan menjadi empat langkah, yaitu; orientasi, bekerja kelompok, kuis, dan pemberian penghargaan. Setiap langkah dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para dosen dengan berpegang pada hakekat setiap langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Sebagaimana halnya dalam setiap pembelajaran, kegiatan diawali dengan orientasi untuk memahami dan menyepakati bersama tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana strategi pembelajarannya. Dosen mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah serta hasil akhir yang diharapkan dikuasai oleh Peserta didik, serta system penilaiannya. Pada langkah ini Peserta didik diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tentang apa saja, termasuk cara kerja dan hasil akhir yang diharapkan atau sistem penilaiannya. Negosiasi dapat terjadi antara guru dan Peserta didik, namun pada akhir orientasi diharapkan sudah terjadi kesepakatan bersama.

2. Kerja kelompok
Pada tahap ini Peserta didik melakukan kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat dalam bentuk kegiatan memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti berdiskusi, melakukan ekslporasi, observasi, percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya. Waktu untuk bekerja kelompok disesuaikan dengan luasdan dalamnya materi yang harus dikerjakan. Kegiatan yang memerlukan waktu lama dapat dilakukan di luar jam pelajaran, sedangkan kegiatan yang memerlukan sedikit waktu dapat dilakukan pada jam pelajaran. Agar kegiatan kelompok terarah, perlu diberikan panduan singkat sebagai pedoman kegiatan. Sebaiknya panduan ini disiapkan oleh dosen. Panduan harus memuat tujuan, materi, waktu, cara kerja kelompok dan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, serta hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai. Misalnya, Peserta didik diharapkan dapat mengembangkan media tepatguna dalam pembelajaran. Untuk itu, Peserta didik secara bersama-sama perlu berdiskusi, melakukan analisis terhadap komponen-komponen pembelajaran seperti; kompetensi apa yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, materi apa yang dipelajari, strategi pembelajaran yang digunakan, serta bentuk evaluasinya. Peserta didik juga melakukan eksplorasi untuk mengembangkan media tepatguna. Eksplorasi dapat dilakukan secara individual atau kelompok sesuai kesepakatan. Hasil eksplorasi dibahas dalam kelompok untuk menghasilkan media-media pembelajaran tepatguna yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator dan dinamisator bagi masing-masing kelompok, dengan cara melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar mahasiswa, mengarahkan ketrampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat diperlukan.
3. Tes/Kuis
Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan semua Peserta didik telah mampu memahami konsep/topik/masalah yang sudah dikaji bersama. Kemudian masing-masing Peserta didik menjawab tes atau kuis untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/ masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif dan ketrampilan. Misalnya, bagaimana melakukan analisis pembelajaran? Mengapa perlu melakukan analisis pembelajaran sebelum mengembangkan media? Peserta didik dapat juga diminta membuat prototype media tepatguna yang memiliki tingkat interaktif tinggi dalam pembelajaran, dsb.
4. Penghargaan kelompok
Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih antara skor dasar dengan sekor tes individual. Menghitung skor yang didapat masing-masing kelompok dengan cara menjumlahkan skor yang didapat Peserta didik di dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya. Selanjutnya berdasarkan skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing kelompok. Misalnya, bagi kelompok yang mendapat rata-rata kenaikan skor sampai dengan 15 mendapat penghargaan sebagai “Good Team”. Kenaikan skor lebih dari 15 hingga 20 mendapat penghargaan “Great Team”. Sedangkan kenaikan skor lebih dari 20 sampai 30 mendapat penghargaan sebagai “Super Team”. Anggota kelompok pada periode tertentu dapat diputar, sehingga dalam satu satuan waktu pembelajaran anggota kelompok dapat diputar 2-3 kali putaran. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan dinamika kelompok di antara anggota kelompok dalam kelompok tersebut. Di akhir tatap muka dosen memberikan kesimpulan terhadap materi yang telah dibahas pada pertemuan itu, sehingga terdapat kesamaan pemahaman pada semua Peserta didik

Evaluasi
Evaluasi belajar dilakukan pada awal pelajaran sebagai prates, selama pembelajaran, serta hasil akhir belajar mahasiswa baik individu maupun kelompok. Selama proses pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap, ketrampilan dan kemampuan berpikir serta berkomunikasi Peserta didik. Kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan atau argumentasi, kemauan untuk bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama, merupakan contoh aspek-aspek yang dapat dinilai selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan prosedur evaluasi:
1. Penilaian individu adalah evaluasi terhadap tingkat pemahaman Peserta didik terhadap materi yang dikaji, meliputi ranah kognitif, afektif, dan ketrampilan.
2. Penilaian kelompok meliputi berbagai indikator keberhasilan kelompok seperti, kekohesifan, pengambilan keputusan, kerjasama, dsb.
Kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada waktu orientasi. Kriteria ini diperlukan
sebagai pedoman dosen dan Peserta didik dalam upaya mencapai keberhasilam belajar, apakah sudah sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan.

Penutup
Model pembelajaran kooperatif tidak terlepas dari kelemahan di samping kekuatan yang ada padanya. Kelemahan tersebut antara lain terkait dengan kesiapan guru dan Peserta didik untuk terlibat dalam suatu strategi pembelajaran yang memang berbeda dengan pembelajaran yang selama ini diterapkan. Guru yang terbiasa memberikan semua materi kepada para Peserta didiknya, mungkin memerlukan waktu untuk dapat secara berangsur-angsur mengubah kebiasaan tersebut. Ketidaksiapan guru untuk mengelola pembelajaran demikian dapat diatasi dengan cara pemberian pelatihan yang kemudian disertai dengan kemauan yang kuat untuk mencobakannya. Sementara itu, ketidaksiapan Peserta didik dapat diatasi dengan cara menyediakan panduan yang antara lain memuat cara kerja yang jelas, petunjuk tentang sumber yang dapat dieksplorasi, serta deskripsi tentang hasil akhir yang diharapkan, system evaluasi, dsb. Kendala lain adalah waktu. Strategi pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang cukup panjang dan fleksibel, meskipun untuk topik-topik tertentu waktu yang diperlukan mungkin cukup dua kali tatap muka ditambah dengan kegiatan-kegiatan di luar jam pelajaran. Terlepas dari kelemahannya, model pembelajaran kooperatif mempunyai kekuatan dalam mengembangkan softskills mahasiswa seperti, kemampuan berkomunikasi, berfikir kritis, bertanggung jawab, serta bekerja sama. Jika kelemahan dapat diminimalkan, maka kekuatan model ini akan membuahkan proses dan hasil belajar yang dapat memacu peningkatan potensi Peserta didik secara optimal. Oleh sebab itu, sangat diharapkan guru mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif. Dosen dapat mengembangkan model ini sesuai dengan bidang studinya, bahkan mungkin dari model ini para guru dapat mengembangkan model lain yang lebih meyakinkan.

Tahap tahap

  1. Sintakmatik
Penyusunan sumber belajar
a. Pilih/ buatkan bacaan yang dapat dipelajari untuk belajar dan membantu menyelesaikan permasalahan.
b. Menyiapkan konsep pembelajaran yang akan di analisis.
c. Menyiapkan pertanyaan pembuka sebagai pengndali diskusi, yang harus dijawab melalui diskusi kelompok.
Penyusuna persiapan untuk pelaksanaan model
a. Penyusunan rencana program pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif.
b. Mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan.
c. Penyusunan instrumen evaluasi (kontrol) ntuk proses dan hasil KBM.

  1. Sistem sosial
a. Peserta diharapkan memiliki tingkat berfikir yang sama.
b. Peserta memiliki motivasi belajar yang relatif sama.
c. Peserta diharapkan mampu meningkatkan kerjasama akademik.
d. Peserta mampu membentuk hubungan positif dalam kelompok.
e. Peserta mampu mengembangkan rasa percaya diri.
f. Peserta mampu meningkatkan kemampuan akademik melalui akifitas kelompok.
g. Peserta mampu membangun hubungan interpersonal.
h. Peserta mampu menggunakan strategi berfikir tingkat tinggi.
i. Meningkatkan harga diri tiap individu.
j. konflik antar pribadi berkurang.
k. sikap apatis berkurang.
l. Pemahaman yang lebih mendalam.
m. Menambah rasa senang berada di sekolah serta menyenangi teman selelasnya.
n. Peserta dapat mencegah keagresifan dalm sistem kompetisi.
o. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.

  1. Prinsip Reaksi
a. Guru menjelaskan tentang materi yang akan dipelajari.
b. Guru menjelaskan tentang cara pembelajaran yang akan di laksanakan untuk menelaah materi.
c. Guru memberikan pengarahan : pembagian kelompok dan cara diskusi dalam kelompok kecil atau klasikal dan fungsi guru pada kondisi itu.
d. Guru menjelaskan hasil belajar yang akan dnilai dan cara penilaiannya.
e. Guru memerintahkan untuk mulai membagi kelompok , melaksanakan diskusi, memoderatori diskusi kelas, dan melakukan evakuasi proses KBM.
f. Guru melakukan pemantapan materi(dengan ceramah dan diskusi).
  1. Sistem pendukung
a. Kelas yang dapat untuk diskusi kelompok kecil maupun klasikal.
b. Sumber belajar ( buku atau bacaan ) sekurang-kurangnya sesuai dengan yang dianjurkan ( sebagai bacaan wajib) dan sekurang-kurangnya setiap kelompok kecil ada 2 buku.
c. Viuwer dan komputer lengkap sebagai media untuk mempresentasikan hasil kelompok.
d. Media penunjang pengajaran.

5 Dampak
5.1 Dampak Instruksional / pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran dengan model koooperatif siswa dapat menguasai materi secara nominal maupun fungsional.
5.2 Dampak Pengiring
Setelah mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif siswa mampu:
a. Berdiskusi
b. Bekerjasama
c. Menghargai pendapat orang lain
d. Mengemukakan pendapat
e. Mampu mendemonstrasikan pemahamannya
f. Kemampuan berfikir kritis
g. Berkomunikasi
h. Bertanggung jawab